Sabtu, 10 Mei 2014

Stres Berdampak Langsung Pada Menurunnya Kemampuan Otak


Stres sangat memengaruhi otak. Tekanan mental ini membuat fungsi kognitif otak mengalami penurunan seperti halnya orang yang beranjak tua. Semakin sering seseorang mengalami stres, maka kemampuan kognitif menurun lebih tinggi secara bertahap. Proses penurunan tersebut menjadi langganan orang-orang yang setiap harinya bergelut dengan stres, menurut penelitian yang beberapara dekade terakhir. Demikian menurut kabar yang dilansir Care2.

Dalam studi yang dilakukan di Belanda pada 2007, stres membuat peningkatan jumlah hormon kortisol. Hormon ini mengurangi kemampuan otak untuk ingatan jangka panjang. Penurunan akan terjadi setelah seseorang mengalami stres psikososial akut.

Sementara itu, pada studi lain di Jerman seperti diterbitkan majalah Prevention, menjelaskan bahwa kortisol dan adrenalin yang muncul ketika seseorang stres akan membanjiri korteks prefrontal pada otak. Padahal, korteks prefrontal menjadi pusat dari pengontrolan memori yang mengolah informasi baru lalu menyimpannya. Adanya kortisol dan adrenalin akan menghambat proses kerja tersebut.

 “Kemampuan kita untuk fokus, berkonsentrasi, dan mengingat memiliki banyak hubungan dengan seberapa sering dari stres emosional yang kita alami,” tulis para penulis buku HeartMath Brain Fitness Program.
“Stres emosional memiliki dampak yang besar pada fungsi kognitif jangka pendek dan jangka panjang kita, dan mendasari banyak masalah kesehatan mental di masyarakat saat ini,” tambahnya.
Stres menjadi penyumbang cukup besar dalam menciptakan gangguan memori dan gangguan kognitif lainnya. Masalahnya, kehidupan sekarang terasa lebih kompleks.

Orang yang stres justru melengkapi hidupnya dengan kebiasaan lain yang tidak sehat. Misalnya mereka memutuskan merokok, minum alkohol, malas berolahraga, mengonsumsi junk food, dan sebagainya. Akhirnya selain dipicu oleh hormon kortisol maupun adrenalin, penurunan kemampuan otak juga turut didukung oleh gaya hidup tidak sehat lainnya.

Mengendalikan stres dapat menjadi pemotong jalan untuk mencegah kebiasaan tidak sehat lainnya. Emosi dalam pikiran mesti diarahkan untuk selalu berpikir positif. Emosi seperti inilah yang lebih dibutuhkan untuk otak. Di samping itu, mengendalikan stres juga lebih menyehatkan jantung.

“Penelitian telah menunjukkan bahwa emosi positif berkelanjutan mengarah pada modus fungsional yang sangat efisien dan regeneratif, berhubungan dengan peningkatan koherensi dalam pola irama dan sinkronisasi jantung, dan harmoni antara sistem fisiologis menjadi lebih besar,” tutur Dr Rollin McCraty, Direktur Riset Institut HeartMath.

Sumber : aktualpost.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar